BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi penduduk yang tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagai Ibukota Negara Indonesia, Jakarta memegang peran penting di berbagai aspek, mulai dari aspek ekonomi, perdagangan, pendidikan, politik, sosial, dll. Pusat pemerintahan dan perindustrian juga terletak di kota Jakarta, akibatnya banyak penduduk Indonesia yang terus datang ke Ibukota. Berdasarkan data BAPPENAS, jumlah penduduk di DKI Jakarta pada tahun 2012 mencapai 10.187.595 jiwa dan jumlah urbanisasi di Jakarta pada tahun 2013 tercatat mencapai 31.000 jiwa.
Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, Ibu Kota Jakarta tidak terlepas dari berbagai masalah, salah satu masalah yang paling sering dihadapi adalah masalah kemacetan. Hasil survey yang dilakukan oleh Castrol Magnetec pada tahun 2014 dengan menghitung Stop-Start Index, menobatkan DKI Jakarta sebagai kota termacet di dunia. Semakin hari kemacetan yang terjadi di Jakarta semakin parah dan mengkhawatirkan.
Akibat dari kemacetan, terjadi angka kerugian yang terus meningkat. Berdasarkan data Yayasan Pelangi, kemacetan lalu lintas berkepanjagan di Jakarta menyebabkan pemborosan senilai Rp. 8,3 triliun per tahun. Data yang sama diungkapkan oleh Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Bambang Susantono, mengacu pada kajian Study on Integraed Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP 2004) perhitungan itu mencakup tiga aspek sebagai konsekuensi kemacetan, yakni pemborosan BBM akibat biaya operasional kendaraan senilai Rp. 3 triliun, kerugian akibat waktu yang terbuang Rp. 2,5 triliun, dan dampak kesehatan akibat polusi udara sebesar Rp. 2,8 triliun.
Tingginya angka kemacetan disebabkan oleh jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah unit kendaraan bermotor di Jakarta di akhir tahun 2014 berdasarkan data Samsat mengeluarkan STNK sebanyak 17.532.967 unit yang didominasi oleh kendaraan roda dua dengan jumlah 13.084.372 unit. Diikuti dengan mobil pribadi sebanyak 2.224.009 unit, mobil barang 673.661 unit, bus 362.066 unit, dan kendaraan khusus 137.859 unit.
Berbagai kebijakan yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah belum mampu mengatasi kemacetan di DKI Jakarta, seperti pembangunan jalan layang, mengadakan sistem three in one, kendaraan roda dua dilarang melintasi wilayah tertentu, pengadaan transportasi massal, wancana pemindahan Ibu kota, dll. pembangunan-pemabangunan yang dilakukan guna mencegah kemacetan di tahun-tahun berikutnya justru menambah kemacetan di Jakarta karena penyempitan jalan yang dilakukan untuk pembangunan tersebut. Dan dianggap belum mampu menyelesaikan persoalan kemacetan.
Untuk itu, perlu ada langkah yang konkrit yang harus berani diambil agar dapat menyelesaikan masalah tersebut. Dan disini saya mengajukan usulan terkait kebijakan yang bisa diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan yang ada saat ini. Saya yakin usulan kebijakan yang saya berikan dapat menjadi solusi akhir penanganan kemacetan di Ibukota. Manfaat, tujuan, kendala, serta analisis-analisis saya buat sedemikian rupa dan sejelas mungkin untuk menjadi pertimbangan dan menyatakan kesiapan atas proposal saya untuk di terapkan di Ibukota Jakarta.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan proposal pengajuan kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menanggulangi kemacetan di kota Jakarta.
2. Untuk meningkatkan kenyamanan penduduk baik yang berasal dari dalam dan luar kota Jakarta.
3. Untuk menghapuskan citra buruk kota DKI Jakarta sebagai kota termacet di dunia.
4. Untuk mengurangi tingkat polusi yang tinggi dan menjadikan Jakarta sebagai kota yang ramah lingkungan.
C. Manfaat
Adapun manfaat dengan adanya proposal ini yaitu :
1. Sebagai bahan rekomendasi pemerintah dalam menyelesaikan masalah kemacetan.
2. Sebagai opsi pemerintah DKI Jakarta dalam membuat kebijakan baru terkait penanggulangan kemacetan.
3. Sebagai alat untuk meningkatkan citra pemerintah DKI Jakarta.
4. Sebagai alat untuk meningkatkan tugas pelayanan kepada masyarakat Jakarta.
BAB II
PERENCANAAN DAN PEMOGRAMAN
A. Penelitian dan Data Pendukung
Sebelum membuat usulan kebijakan di proposal ini, saya mencari data terlebih dahulu terkait dengan kemacetan yang terjadi di Ibukota. Sehingga usulan kebijakan yang saya buat tidak hanya sekadar usulan belaka, melainkan berdasarkan hasil penelitian, dan data-data yang kongkrit yang memiliki kredibilitas tinggi dalam mengeluarkan hasil penelitian dan menyajikan data tersebu. Berikut hasil penelitian dan data-data yang dapat memperkuat usulan kebijakan yang saya buat:
Berdasarkan hasil penellitian yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan RI, rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor tetap 11% per tahun dan pertumbuhan rata-rata luas jalan tetap 0,01% per tahun. Maka prediksi prebandingan antara lluas jalan kendaraan di DKI Jakarta, pada tahun 2011 jumlah kendaraan berdasarkan STNK terdaftar sebanyak 8.506.782 unit. Dari jumlah itu diasumsikan sebanyak 5.954.474 unit berada di jalan, maka luas kendaraan di jalan mencapai 40.105.222 m2. Padahal luas jalan pada tahun 2011 hanya 40.093.744. Maka yang terjadi di jalan adalah kemacetan total yang tak terhindarkan.
Hasil Study on Intergrated Transportation Master Plan (SITRAMP) oleh JICA/Bappenas menunjukan: Jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi), maka estimasi kerugian ekonomi yang terjadi sebesar Rp. 28,1 Triliun dan kerugian waktu perjalanan yang mencapai Rp. 36,9 Triliun.
Laporan dari Polda Metro Jaya tahun 2011 yang dilansir oleh situs berita online “viva.co.id”, mencatat bahwa sekitar 700.000 kendaraan pribadi yang berasal dari wilayah penyanggah seperti Bogor, Tanggerang, Depok, dan Bekasi yang setiap hari masuk ke Ibu Kota.
Laporan dari Polda Metro Jaya tahun 2011 yang dilansir oleh situs berita online “viva.co.id”, mencatat bahwa jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta saat itu ada 11.362.396 unit. Roda dua 8.244.346 unit dan roda empat 3.118.050 unit. Dari jumlah ini, 98% adalah kendaraan pribadi sisanya sebanyak 859.692 unit atau 2% angkutan umum, dan setiap tahunnya kendaraan pribadi terus meningkat.
Berita CNN Indonesia dengan mewawancarai pengamat transportasi Tigor Nainggolan, mengabarkan bahwa kebijakan pembangunan Pemda Jakarta yang tidak berjlan dengan baik. Hal ini disampaikan karena hasil surei yang menunjukan dalam satu tahun, setiap mobil di Jakarta bisa mengalami 33.240 stop-start. Kemudian dengan total waktu idling sebesar 27.22%. Stop-start yang tinggi artinya sudah hampir stuck. Selain itu, kendaraan pribadi yang beredar di Jakarta setiap harinya mencapai 7 juta unit kendaraan bermotor.
Hasil survei yang dilakukan oleh prusahaan pelumas raksasa asal Amerika, Castrol Magnetec, pada tahun 2014 menyebut Jakarta sebagai kota termacet di seluruh dunia. Dari total 78 negara yang disurvei, Indonesia menyumbang dua kota dengan predikat paling macet. Selain Jakarta, Surabaya duduk di peringkat keempat kota paling macet sedunia.
Laporan dari VOA Indonesia yang mewancarai Ketua Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Syafrudin, yang menyatakan bahwa penyumbang terbanyak pencemaran udara di Jakarta adalah dari kendaraaan bermotor. Dibandingkan data 2010, 2011 melonjak drastic. Dari graiknya bisa 30-40 %, artinya pencemaran udara meningkat drastic. Partikel debu 70% dari kendaraan bermotor, kemudian hydro karbon 90% dari kendaraan bermotor.
Laporan dari tempo tahun 2013 yang merilis informasi berdasarkan data MTI, pengguna kendaraan umum dalam 10 tahun terakhir menyusut dari 40% menjadi 14%
Laporan dari viva.co.id pada tahun 2011 yang merilis berita berdasarkan data Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mencatat bahwa presentase pengguna angkutan umum terhadap total jumlah perjalanan di Jabodetabek terus turun, dari 38,2 % pada tahun 2002 menjadi 17,1 % pada tahun 2010. MTI juga mengatakan bahwa presentase penurunan rata-rata pengguna angkutan umum sebesar 1% per tahun, bahkan di Jakarta diperkirakan mencapai 3 % pertahun.
Penurunan jumlah pengguna angkutan massal transjakarta. Berdasarkan data yang saya peroleh dari transjakarta.co.id. Terjadi penurunan di tahun 2014 kemarin. Di bulan Januari 2014 jumlah pengguna transjakarta sebesar 4.703.642 dan penurunan terus terjadi sampai di akhir tahun 2014, yakni bulan desember. Pengguna transjakarta menurun menjadi 4.002.890.
B. Sasaran
Sasaran dari kebijakan yang saya ajukan di proposal ini adalah seluruh pemilik kendaraan pribadi di dalam dan di luar Jakarta yang memiliki aktivitas di hari kerja , baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Sasaran ditentukan berdasarkan data Samsat DKI Jakarta, jumlah kendaraan yang paling banyak adalah kendaraan pribadi.
BAB III
KEBIJAKAN DAN TIMELINE
A.1. Pembatasan Jumlah Kendaraan Pribadi dari Luar Jakarta
Saya mengusulkan kebijakan untuk di terapkan di berlakukannya pembatasan jumlah kendaraan dari luar Jakarta. Berdasarkan data pendukung di bab sebelumnya, jumlah kendaraan pribadi yang berasal dari luar Jakarta bisa dikatakan cukup tinggi, yakni sebesar 700.000 kendaraan pribadi setiap harinya. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pembatasan jumlah kendaraan dari luar kota. Mengapa disebut pembatasan karena mulai pukul 05.00 – 22.00 WIB kendaraan yang berasal dari luar kota tidak boleh masuk ke Jakarta.
Kebijakan ini hanya di berlakukan pada hari kerja (senin-jumat), pada sabtu-minggu, dan hari libur nasional lainnya kebijakan ini tidak diberlakukan. Untuk membuat kebijakan ini berjalan dengan lancar, pemerintah juga harus menyiapkan pondasi yang kuat dalam penerapannya, yakni dengan sudah mempersiapkan transportasi massal yang aman dan nyaman untuk mengintegrasikan ke Ibu Kota.
Transportasi massal harus dibuat dengan jumlah yang banyak dan datang setiap 15 menit, sehingga meminimalisir antrian penumpang. Trasportasi massal ini juga disiapkan untuk buka 24 jam. Harga yang dipasang tidak dengan harga yang tinggi, sehingga orang-orang akan tertarik untuk menggunakan moda transportasi massal ini.
Tidak hanya itu, pemerintah juga harus sudah bekerja sama dengan POLRI dan Jasa Marga, untuk membantu kelancaran penerapan kebijakan ini. Bekerja sama dengan POLRI untuk memberikan sosialisasi pada saat kebijakan diterapkan, menindaklanjut pengendara yang melanggar dengan memberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran ketika memasuki jalur busway. Untuk membuat polisi benar-benar menjalankan tugasnya dan tidak melakukan pungutan liar, pemerintah DKI Jakarta dapat memilih secara khusus polisi-polisi yang akan menjaga situasi pada kebijakan ini. Polisi yang terpilih dapat diberikan keuntungan berupa tambahan uang harian sebagai bentuk appresiasi pemerintah Jakarta terhadap para polisi yang sudah membantunya. Dengan begitu, polisi pun akan lebih termotivasi untuk menjalankan tugasnya.
Bekerja sama dengan jasa marga juga harus dilakukan oleh pemerintah, karena seperti yang kita ketahui, jasa marga sebagai penyedia layanan tol bisa menjadi salah satu pihak yang menentag keras kebijakan ini. Oleh karena itu, pemerintah DKI harus bisa melakukan lobi dan negosiasi terhadap Jasa Marga, agar Jasa Marga juga mau membantu merealisasikan kebijakan ini dengan menutup setiap tol yang menjadi gerbang masuk ke Ibukota setiap hari kerja.
Pemerintah dalam penerapan kebijakan ini juga menyediakan parkir khusus yang memadai disetiap tempat untuk menaiki transportasi massal yang mengintergrasikan mereka ke Ibu Kota. Dengan begitu masyarakat di luar Jakarta masih bisa menggunakan kendaraan pribadi dari lokasi asal mereka, namun untuk melanjutkan harus menitipkan kendaraan pribadi mereka, dan lanjut dengan transportasi massal.
Selain itu, bisa juga dengan memperbaiki sistem transportasi massal lainnya yang sudah ada. Seperti kereta api, tidak sedikit masyarakat diluar kota Jakarta yang menggunakan tranportasi massa kereta api. Namun sayangnya, fasilitas yang di sediakan masuk kedalam kategori “layak”. Setiap jam kerja seperti pagi hari dan siang hari pasti terjadi penumpukan kendaraan yang menyebabkan kepadatan dari calon penguna kereta. Oleh karena itu, pemerintah DKI Jakarta bersama Kementerian Perhubungan khususnya
A.2. Analisis SWOT dari Kebijakan Pembatasan Jumlah Kendaraan Pribadi dari Luar Jakarta
Streght (Kekuatan)
1. Pemberlakuan kebijakan akan mengurangi jumlah kendaraan sebesar 11,76% yang biasanya menambah kemacetan di Ibukota.
2. Kondisi lalu lintas di Jakarta akan lebih mudah diatur dan terkontrol.
3. Menaikan pendapatan DKI Jakarta dari jumlah pengguna transportasi massal yang tentunya akan meningkat.
4. Pendapatan dari denda yang diberlakukan jika ada yang melanggar.
5. Pengguna trasportasi massa akan merasa nyaman dan aman karena dibarengi dengan perbaikan jumlah armada dan sarana-prasarana tranportasi massal yang terintergrasi Jakarta.
Weakness (Kelemahan)
1. Harus mempersiapkan dengan matang dalam menyediakan transportasi massal untuk masyarakat yang berada di luar Jakarta.
2. Lobi dan Negosiasi yang dilakukan ke Jasa Marga belum tentu saling menguntungkan.
3. Pembangunan shelter dan parkiran yang luas di tempat naik transportasi massal yang harus mempertihakan kondisi sekitar, dan memilih tempat yang strategis, serta penduduk sekitar yang mendukung.
4. Orang-orang akan mencari tempat tinggal di Jakarta.
Oppurtunity (Peluang)
1. Kedatangan investor akibat wajah baru Jakarta yang lebih menarik.
2. Membuka lapangan pekerjaan.
3. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap transportasi massal dan Pemerintah DKI Jakarta.
4. Jasa kos-kosan dan kontrakan akan ramai dicari.
Threat (Ancaman)
1. Pemberontakan dalam penerapan kebijakan.
2. Aksi protes yang dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di luar Jakarta namun memiliki aktifitas di Jakarta.
3. Jumlah masyarakat yang banyak melanggar kebijakan.
A.3. Timeline Kebijakan Pembatasan Jumlah Kendaraan Pribadi dari Luar Jakarta
Dalam penerapannya, jangka waktu kebijakan menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan dan dipikirkan dengan matang. Oleh karena itu saya membuat perkiraan timeline sebagai berikut:
No. Tahun
Yang Dilakukan
1. Juni-September 2015
Persiapan perencanaan pengusulan kebijakan, mulai dari rapat, konsultasi kebijakan, dll.
2. Oktober 2015 -Februari 2016
Melakukan survei terkait kebijakan dan peninajuan Lokasi tempat di bangun shelter transportasi massal.
3. Maret-Mei 2016
Perencanaan Anggaran pembangunan, dan mencari tender untuk pembangunan dan bus yang akan digunakan
4. Juni 2016 – November 2017
Pembangunan Shelter transportasi massal dan dengan parkir yang luas.
5. Januari – April 2018
Sosialisasi kebijakan pembatasan kendaraan dari luar Jakarta di jam kerja.
6. Mei – Desember 2018
Uji coba kebijakan pembatasan kendaraan dari luar Jakarta di jam kerja.
7. Januari 2019 dan seterusnya
Pemberlakuan kebijakan pembatasan kendaraan dari luar Jakarta di jam kerja.
B.1. Penghapusan Sistem Pembelian Kendaraan Pribadi secara Kredit
Kendaraan pribadi yang tiap harinya bertambah dengan jumlah yang sangat besar, umumnya berkaitan dengan kemudahan dalam membeli kendaraan pribadi, baik yang roda dua maupun roda empat. Kemudahan dalam pembelian kendaraan pribadi dikarenakan banyaknya jasa yang mewarkan untuk melakukan pembelian namun dengan cara kredit (dicicil), kredit tentunya akan mempermudah mereka dalam membeli barang mahal tersebut, sebab jika tidak di kredit maka mereka belum tentu mampu membeli kendaraan pribadi yang mereka inginkan.
Contoh kondisi kemacetan yang terjadi karena adanya fenomena ini adalah jalan-jalan protokol di Jakarta, seperti MH.Thamrin, Sudirman, Gatot Subroto, MT Haryono, dll, dipadati oleh banyaknya kedaraan pribadi, mulai dari kendaraan roda dua, sampai kendaraan roda empat.
Hal ini yang menjadi landasan saya untuk mengusulkan kebijakan tersebut. Dengan adanya kebijakan itu, saya yakin akan banyak orang yang mengurungkan niatnya untuk membeli kendaraan pribadi karena belum memiliki uang secara tunai. Disini perlu adanya kerjasama yang kuat dari pihak-pihak penjual otomotif, termasuk kepada para dealer kendaraan bermotor. Jika ditinjau kembali, saat ini dengan uang sebesar Rp 300.000 saja, masyarakat sudah bisa mendapatkan motor dengan mencicil.
Namun untuk merealisasikannya kembali seperti yang saya jelaskan di usulan kebijakan poin “A”, yakni dengan sudah disediakannya sarana dan prasarna transportasi umum yang memadai dan memberikan kenyamanan serta keamanan bagi pada penggunanya., dengan menambah armada kereta api sehingga penumpang pun akan terkontrol dan tidak membuat pengguna transportasi umum malas menggunakannya.
Selain itu, perlu adanya tindakan yang tegas seperti pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang masih menerapkan sistem penjualan kendaraan pribadi secara kredit. Disini pihak-pihak yang tidak mau mengikuti aturan bisa dikenakan sanksi berupa membayar denda kepada Pemerintah DKI Jakarta.
B.2. Analisis SWOT terkait kebijakan Penghapusan Sistem Pembelian Kendaraan Pribadi secara Kredit
Streght (Kekuatan)
1. Masyarakat akan berpikir dua kali dan mengurungkan niatnya untuk membeli kendaraaan pribadi.
2. Kondisi lalu lintas di Jakarta akan lebih mudah diatur dan terkontrol.
3. Kemacetan dan jumlah kendaraan akan teratasi.
4. Mengurangi jumlah penambahan kendaraan bermotor setiap tahunnya.
5. Masyarakat bisa terbebas dari ikatan hutang karena kredit
Weakness (Kelemahan)
1. Perbaikan sarana dan prasarana transportasi massal yang harus segera direalisasikan.
2. Masyarakat di bawah akan merasa seperti di diskriminasi.
3. Pihak yang biasanya meng-kreditkan kendaraan pribadi terpaksa harus memindahkan usaha mereka diluar Jakarta, atau mereka harus gulung tikar.
4. Penduduk DKI Jakarta bisa saja tetap melakukan pembelian kendaraan pribadi di luar Jakarta
5. Mempersulit orang yang ingin mencari nafkah dengan menggunakan kendaraan pribadi (contoh: ojek, dan mobil antar jemput).
Oppurtunity (Peluang)
1. Kedatangan investor akibat wajah baru Jakarta yang lebih menarik.
2. Membangun Jakarta yang lebih baik.
3. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap transportasi massal dan Pemerintah DKI Jakarta.
Threat (Ancaman)
1. Aksi protes dari para pengusaha kredit kendaraan pribadi dan masyarakat.
2. Banyak masyarakat yang akan menilai kebijakan ini sebagai pelanggaran HAM.
3. Penambahan kendaraan masih bisa terjadi karena masyarakat bisa mengambil di daerah lain yang dekat Jakarta.
B.3. Timeline Kebijakan Penghapusan Sistem Pembelian Kendaraan Pribadi secara Kredit
Dalam penerapannya, jangka waktu kebijakan menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan dan dipikirkan dengan matang. Oleh karena itu saya membuat perkiraan timeline sebagai berikut:
No Tahun
Yang Dilakukan
1. Juni-September 2015
Persiapan perencanaan pengusulan kebijakan, mulai dari rapat, konsultasi kebijakan, dll.
2. Oktober 2015 -Februari 2016
Melakukan survei terkait kebijakan dan peninjauan terhadap dealer-dealer di Jakarta
3. Maret-Juli 2016
Sosialisasi terhadap para dealer dan masyarakat
4. Agustus 2016 – Januari 2017
Uji coba kebijakan penghapusan sistem pembelian kendaraan pribadi secara kredit.
5. Januari 2017 dan seterusnya
Pemberlakuan kebijakan penghapusan sistem pembelian kendaraan pribadi secara kredit.
C.1.Kenaikan Pajak Kendaraan secara Progresif dibarengi dengan Kenaikan Tarif Tol dan Parkir
Usulan kebijakan yang saya ajukan selanjutnya dengan menaikan pajak kendaraan secara progresif dibarengi dengan kenaikan tarif tol dan parkir. Pajak progresif adalah pajak yang sistem pemungutannya dengan cara menaikan persentase kena pajak yang harus dibayar sesuai dengan kenaikan objek pajak.
Di Jakarta, banyak pemilik kendaraan pribadi yang memiliki kendaraan lebih dari satu, sehingga usulan ini dinilai dapat mengatasi kemacetan dan pertambahan jumlah kendaraan, terlebih opsi ini dilanjutkan dengan dibuatnya kenikan tarif tol dan tarif parkir. Seperti yang kita ketahui, banyak masyarakat diluar Jakarta yang jika ingin ke Jakarta melewati tol, selain itu, di Ibu Kota sendiri jalan tol juga banyak digunakan oleh pemilik kendaraan pribadi.
Selain itu, tarif parkir juga dinaikan di seluruh tempat. Mulai dari gedung-gedung perkantoran, mall, tempat hiburan, dan lain-lain. Pengguna kendaraan pribadi akan berpikir ulang jika ingin berpergian menggunakan kendaraan pribadi karena biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan transportasi umum.
Ketiga hal tersebut jika dibarengi naik, akan membuat pengguna transportasi massal atau angkutan umum naik. Dan juga bisa menguntungkan bagi pemerintah yang bisa mendapatkan pendapatan lebih dari hasil menaikan pajak kendaraan pribadi. Selain itu, pihak pengadaan parkir pun juga bisa mendapatkan keuntungan dari diberlakukannya sistem tersebut.
Meskipun begitu, pemerintah juga harus sudah siap dalam menyediakan sarana dan prasarana transportasi massal yang akan di gunakan oleh orang-orang yang beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Sama seperti kebijakan yang saja ajukan di kebijakan pertama dan kebijakan kedua.
Sarana dan prasarana yang nyaman juga bisa mempertahanan para pengguna jasa kendaraan terlebih dengan diberlakukannya sistem ini, para pengguna trasportasi massal juga bisa mengurungkan niatnya untuk beralih menggunakan kendaraan pribadi yang bisa menambah kemacetan.
C.2. Analisis SWOT Terkait Usulan Kebijakan Kenaikan Pajak Kendaraan Secara Progresif serta Kenaikan Tarif Tol dan Parkir
Streght (Kekuatan)
1. Masyarakat akan berpikir dua kali untuk membeli kendaraan kedua dan seterusnya.
2. Pihak-pihak yang menyelenggarakan parkir bisa mendapatkan pendapatan yang lebih.
3. Kondisi lalu lintas di Jakarta akan lebih mudah diatur dan terkontrol.
4. Kemacetan dan jumlah kendaraan akan teratasi.
Weakness (Kelemahan)
1. Pembelian kendaraan pribadi bisa saja mengatasnamakan orang lain.
2. Penyedia jasa parkir belum maksimal dalam memberikan pelayanan sehingga bisa tidak sesuai dengan tarif yang harus dibayarkan.
3. Kebijakan bisa membebani rakyat.
Oppurtunity (Peluang)
1. Pendapatan keuangan daerah dapat meningkat dari kenaikan pajak yang harus dibayarkan.
2. Pendapatan daerah dari kenaikan jumlah pengguna transportasi massal meningkat.
3. Kedatangan investor akibat wajah baru Jakarta yang lebih menarik.
4. Transportasi massal akan banyak yang menggunakan.
Threat (Ancaman)
1. Aksi protes dari para pengusaha kredit kendaraan pribadi dan masyarakat.
2. Jumlah kendaraan masih banyak karena orang-orang mengatasnamakan orang lain dalam melakukan pembeliaan kendaraan.
3. Pertambahan kendaraan masih bisa meningkat jika tidak dibarengi dengan penekanan jumlah urbanisasi di Jakarta.
C.3. Timeline Kebijakan Kenaikan Pajak Kendaraan secara Progresif dibarengi dengan Kenaikan Tarif Tol dan Parkir
Dalam penerapannya, jangka waktu kebijakan menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan dan dipikirkan dengan matang. Oleh karena itu saya membuat perkiraan timeline sebagai berikut:
No. Tahun
Yang Dilakukan
1. Juni – September 2015
Persiapan perencanaan pengusulan kebijakan, mulai dari rapat, konsultasi kebijakan, dll.
2. Oktober 2015 -Februari 2016
Melakukan survei terkait kebijakan dan melihat kondisi realitas masyarakat.
3. Maret – Juli 2016
Negosiasi dan kerja sama dengan pihak terkait kebijakan yang dibuat, seperti penyelenggara parkir, jasa marga, dll.
4. Agustus – Oktober 2016
Sosialisasi kebijakan kenaikan pajak kendaraan secara progresif dibarengi dengan kenaikan tarif tol serta parkir.
5. November, dst
Pemberlakuan kebiakan kenaikan pajak kendaraan secara progresi dibarengi dengan kenaikan tariff tol serta parkir.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemacetan merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk dilepaskan dari wajah Ibu Kota Jakarta. Pergantian gubernur dari tahun ke tahun serta pemberlakukan kebijakan-kebijakan seperti, penerapan jalur three in one, penggunaan transportasi massal, melarang kendaraan roda dua melintasi wilayah-wilayah tertentu, perluasan jalan, membuka tol, pembuatan jalan layang, usul pemindahan Ibu Kota ke tempat lain, dinilai belum mampu mengatasi persolanan tersebut.
Untuk itu, saya mengusulkan kebijakan baru untuk mengurai kemacetan di Jakarta, bahkan untuk melepaskan Jakarta dari branding kota termacet di dunia. Saya mengajukan tiga usulan kebijakan yakni :
1. Pembatasan jumlah kendaraan pribadi yang berasal dari luar kota Jakarta;
2. Penghapusan sistem pembelian kendaraan pribadi secara kredit;
3. Kenaikan pajak kendaraan secara progresif di barengi dengan kenaikan tarif tol dan parkir.
Ketiga kebijakan yang saya usulkan, dalam penerapannya pemerintah harus sudah menyediakan sarana dan prasarna serta jumlah armada transportasi yang nyaman dan cepat. Sehingga para pengguna kendaraan pribadi yang beralih ke transportasi massal dan angkutan umum tidak enggan dan berpikir ulang untuk mengambil langkah menggunakan trasportasi umum.
Dengan diberlakukannya salah satu kebijakan yang saya usulkan, atau menerapakan ketiganya sekaligus, saya yakin kondisi di DKI Jakarta akan berubah drastis. Kota Jakarta pun dapat menjadi kota yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Kesan masyarakat baik yang berasal dari dalam maupun luar Jakarta akan berubah menjadi lebih positif.
B. Saran dan Kritik
Setiap kebijakan yang dibuat tentunya akan menuai pro dan kontra dari masyarakat. Jumlah masyarakat yang kontra biasanya lebih banyak daripada masyarakat yang pro. Hal ini selalu terjadi karena mayoritas masyarakat di Indonesia sulit untuk keluar dari zona nyaman mereka. Meskipun kebijakan baik untuk banyak orang, tetapi karena mereka sudah terbiasa, mereka akan lebih memilih kondisi yang biasanya mereka lakukan.
Untuk itu seharusnya pemerintah dapat bersikap tegas dalam menghadapi ini. Pemerintah Daerah sebagai pemilik kekuasaan bisa mengambil langkah yang terbaik untuk masyarakat luas tanpa takut untuk ditentang banyak pihak. Jika sudah melakukan dan menerapkan kebijakan, pemerintah harus melanjuti kebijakan tersebut guna terlaksana dan tercapainya Jakarta sebagai kota yang bebas kemacetan.
Kritik dari proposal yang saya ajukan ini, dapat disampaikan ke saya langsung melalui email saya yakni zhafiranadiahzuhri@gmail.com. Saya senantiasa terbuka untuk menerima masukan dan kritik terkait kebijakan yang saya ajukan, guna menjadi kebijakan terbaik yang dapat mengatasi persoalan kemacetan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.